Kamis, 07 Agustus 2014

[Cerita Kai dan Kila] Chapter 5: Satu Setengah Tahun



Satu setengah tahun berlalu, sejak Kai menyatakan perasaannya pada Kila.
Satu setengah tahun berlalu, sejak Kila menjawab, "Aku mau".
Satu setengah tahun berlalu, dan mereka, masih berdua.

Tapi, waktu memang suka bercanda. Rasanya tidak sampai kemarin mereka masih memamerkan ke mesraan di hadapan banyak orang. Apa yang berubah?

Sabtu, 02 Agustus 2014

[Cerita Kai dan Kila] Chapter 4: Maukah Kamu Jadi Pacarku?

“Ohh, jadi kalo mereka bebek berarti aku juga dong?” terdengar suara lembut dari seberang pesawat telepon Kai. Nada yang terdengar seperti sedang mengambek itu tidak mengurangi kegemasan yang dirasakan Kai. 
“Emang.” Lelaki itu tertawa kecil, kemudian Ia menambahkan, dengan lirih, “Tapi, kau bebekku yang jelita.” 
Lirih sekali dikatakannya hingga sang gadis tak mendengarnya.
“Apa? Kai? Kamu barusan bilang apa, aku gak kedengeran?” sang gadis, yang tentu saja adalah Kila, tampaknya bukannya tak mendengar sama sekali. Konfirmasinya terdengar begitu tegas hingga Kai mulai terdengar gugup.
“Gak apa-apa…Beneran, deh. Hei, gimana kalau sekarang kamu tidur aja? Ini sudah larut. Malem, Kil..” Elak Kai. Menghindar, agar percakapan ini tidak jadi lebih jauh lagi. Menghindar, sebelum debar jantungnya terdengar lebih keras dari suaranya sendiri.
 Gantian Kila yang tertawa kecil mendengar nada aneh Kai.
"Malem Kai..." jawabnya lembut.
Cklek! Gagang telepon itu pun diletakkannya kembali.
Setelah mengakhiri pembicaraan mereka Kai menghempaskan dirinya ke tempat tidurnya yang empuk. Berpikir. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Ia sudah hampir 1 tahun meladeni Kila sebagai seorang teman sejak mereka bertabrakan di koridor kampus. Ia bosan. Bosan menatap wajah cantik itu tanpa bisa memilikinya.
‘Apa yang harus aku lakukan?’ Pikirnya.
Kai tidak berniat melanjutkan perannya sebagai teman, lebih lama lagi. Ia ingin segera memiliki gadis itu untuknya sendiri. Ia bahkan sudah mendapat lampu hijau dari teman-teman Kila.
Ia berbaring dalam diam, menatap langit-langit kamarnya. Apa yang harus Ia lakukan sekarang? Aku benar-benar buntu. Apa yang dulu kulakukan untuk Alina ya? Aku menembaknya di saat ekskul basket dan ekskul cheers sedang berlatih bersama. Alina sepertinya memang wanita yang menikmati perhatian berlebih dari sekitarnya. Tapi Kila berbeda. Ia tidak bisa menyatakan perasaan dengan kondisi yang berlebihan, tapi Ia juga tidak rela menyatakan perasaan pada gadis sespesial Kila, dengan cara yang biasa. 
Hanya dua malam setelah itu, di sinilah ia. 
Di restoran bernuansa Italia, yang jelas sekali bukan restoran murah, bersiap untuk melakukan hal paling mendebarkan dalam hidupnya. Hal yang bahkan tidak dilakukannya ketika ia menembak Alina, mantan pacarnya, tapi kini dilakukannya untuk perempuan yang sekarang sudah duduk di hadapannya. Kila.
Setelah meyakinkan hatinya, bahwa Ia sanggup melakukan hal ini, dia sekuat tenaga berusaha menghadapi Kila dengan normal. Menawarkan Kila untuk memesan makanan terlebih dahulu, dan menikmati wine yang Ia minta untuk disajikan sebelum makanan mereka datang. Ia mengambil seteguk untuk kemudian mengambil nafas dalam-dalam dan menenangkan hatinya sendiri. Dengan sigap ia mengambil setangkai bunga yang telah disiapkannya dan menaruhnya di tengah-tengah dirinya dan calon gadisnya.
“Kila..” panggilnya pelan. Hampir mati mendengar gemuruh di dadanya yang kian lama kian keras.
"Iya, Kai?" yang dipanggil hanya tersenyum dengan sangat manis, sehingga membuat Kai semakin gugup. Sial! Gadis ini benar-benar tidak tahu senyumannya bisa membunuh. Setidaknya kalau tidak semua orang, senyuman itu jelas bisa membunuhnya. Ia tak bisa menahannya lebih lama lagi.
"Kil," Ia menatap gadis itu dalam-dalam. "Aku suka kamu. Maukah kamu jadi pacarku?"

[One Night Stand] Chapter 1: Cahaya



                Cahaya pagi merembes memasuki mataku. Aku mengerutkan keningku, menyadari hari sudah pagi. Menunggu nyawa sepenuhnya memasuki tubuh, aku menatap langit-langit dan mendapati aku tidak berada di kamarku sendiri. Aku memandang sekeliling, kemudian teringat aku pulang bersama seseorang semalam. Menyatukan kedua tangan menutupi seluruh wajah, aku mencoba mengingat kenapa aku bisa melakukannya.
                Dalam waktu singkat pikiranku kembali padanya. Ya, dia. Penyebab aku memutuskan untuk minum sampai pagi di klub langgananku. Dalam sekejap itu, aku kembali merasakan sakit. Sakit dari hangover dan sakit di hatiku.
                Aku menoleh ke samping dan melihat wajah orang yang membawaku pulang ke tempatnya semalam. Oh, shit! Aku mengamati wajahnya sekali lagi, and I got to admit brotha’, he’s hot!
                Aku memberanikan diri untuk menyentuh rambut depannya yang terjatuh ke kening karena terlalu pendek. Menikmati rambutnya yang halus di sela-sela tanganku. Kenapa aku harus bertemu dengannya dalam keadaan mabuk? Aku menghela nafas memuji ketidakberuntunganku. 

Jumat, 01 Agustus 2014

[Cerita Kai dan Kila] Chapter 3: Kenalin, Aku Kai!


Tiga tahun telah berlalu, sejak saat pertemuan singkat itu terjadi. Keduanya, masih belum saling mengenal. Bertemu lagipun tidak. 
Tapi dalam tiga tahun ini, keduanya berubah. 
Kai berubah, Kila apalagi. Dan sekedar informasi, Kila bukan lagi Miss jahil. Dia sudah jadi mahasiswi tingkat 2. Primadona kampus. Begitulah mereka menyebutnya.
Sementara itu, Kai, adalah bintang sepakbola di kampus yang sama. Ia bahkan punya pendukung reguler yang selalu datang untuk menonton semua pertandingannya. Gadis-gadis muda, cantik, dan energetik tentunya. Mereka menggilainya. 
Well, meskipun untuk Kai, kehidupan tidak begitu berbeda. Sebab, sedari SMA pun, ia sudah digemari banyak gadis. Mungkin yang berbeda adalah, kini, ia telah memiliki gadisnya. Ketua Ekskul Cheers, Alina Rolland. Dan untuk saat ini, tidak ada tanda mereka akan berpisah. 
Namun, tidak ada yang dapat melawan arus kehidupan, yang telah digariskan, dan yang telah dirancangkan. Karena tidak pernah ada yang kebetulan, terjadi dalam hidup ini. Semua kejadian, memiliki alasannya masing-masing. Seperti kenyataan bahwa semesta berhasil mencampuri kehidupan dua insan manusia ini. Mengacak-ngacak segala rencana dan prioritas mereka. Untuk kemudian mereset dan mengendalikan alur kehidupan keduanya. Tidak ada yang dapat, melawan semesta.