Sabtu, 02 Agustus 2014

[One Night Stand] Chapter 1: Cahaya



                Cahaya pagi merembes memasuki mataku. Aku mengerutkan keningku, menyadari hari sudah pagi. Menunggu nyawa sepenuhnya memasuki tubuh, aku menatap langit-langit dan mendapati aku tidak berada di kamarku sendiri. Aku memandang sekeliling, kemudian teringat aku pulang bersama seseorang semalam. Menyatukan kedua tangan menutupi seluruh wajah, aku mencoba mengingat kenapa aku bisa melakukannya.
                Dalam waktu singkat pikiranku kembali padanya. Ya, dia. Penyebab aku memutuskan untuk minum sampai pagi di klub langgananku. Dalam sekejap itu, aku kembali merasakan sakit. Sakit dari hangover dan sakit di hatiku.
                Aku menoleh ke samping dan melihat wajah orang yang membawaku pulang ke tempatnya semalam. Oh, shit! Aku mengamati wajahnya sekali lagi, and I got to admit brotha’, he’s hot!
                Aku memberanikan diri untuk menyentuh rambut depannya yang terjatuh ke kening karena terlalu pendek. Menikmati rambutnya yang halus di sela-sela tanganku. Kenapa aku harus bertemu dengannya dalam keadaan mabuk? Aku menghela nafas memuji ketidakberuntunganku. 

                “Nghh...”
                Aku menarik jemariku dengan cepat ketika dia mengeluarkan suara. Refleks. Aku menunggu dia bangun dan membuka mata, tapi sepertinya dia mengigau. Tanpa sadar senyum menyungging di bibirku. Lega, akupun beranjak menuju kamar mandi. Sepertinya aku harus meminjam kamar mandi tanpa izin pemiliknya. Well, kalau dia sudah sering one night stand seperti ini, seharusnya dia juga sudah biasa meminjamkan kamar mandinya dalam tidur, kecuali wanita-wanita yang pernah tidur dengannya memilih untuk tidak membersihkan diri ketika mereka bangun. Aku mengernyit jijik membayangkan hal itu sambil masuk ke kamar mandi.
                Selesai membersihkan diri, aku mendapati dia sudah bangun dan terlihat bingung. Dia melihat ke arahku, yang sudah mengenakan pakaian lengkap, dengan tatapan yang aneh. Sepertinya Ia sedang berusaha mengingat dengan sangat keras apa yang sudah dia lakukan padaku, atau mengira-ngira apa yang sudah AKU lakukan padanya. Awkward!
                “Hey,....” aku memutuskan untuk membuka pembicaraan. “Sori, gue tadi pinjem kamar mandinya buat bersih-bersih. You know, alcohol and stuffs.”
                Ah, hey. Yeah, I know.” Dari jawabannya, sepertinya Ia sudah cukup ‘sadar’. “You can get your cloths laundry here if you want, and use my cloths for a while,
                Aku terkejut. Laundry? Jangan bercanda. Mana ada orang one night stand berlanjut ke laundry dan who knows, mungkin sarapan kemudian cuddle-cuddle in bed, nonton DVD berdua. This is a f*cking one night stand, if you know what I mean. Mungkin dia sudah biasa meneruskan one night stand ke one morning stand, but I’m not.
                “Ah? Kayaknya nggak usah, deh. Gue langsung pulang aja. Baju gue juga gak kotor-kotor amat. I can change it when I get back home. Hehehe.”
                Dia menggaruk kepalanya yang aku yakin sekali tidak sedang gatal kemudian mengedikkan bahu sambil tersenyum dan berkata, “Okay, hati-hati ya pulangnya”
                Aku menganggukkan kepala dan tersenyum canggung. Mencari-cari tasku kemudian menuju pintu kamarnya. Sebelum keluar aku berpikir sebentar kemudian berkata, “Ehm, hey... makasih ya semalam.”
                “For what?” jawabnya refleks.
                “For taking me to your place, for everything we did after, yah pokoknya makasih aja deh.” Kataku kemudian tertawa kecil sebelum akhirnya benar-benar meninggalkannya yang masih melongo kebingungan.
                Sesampainya di rumah, aku melemparkan tasku sembarangan kemudian langsung menjatuhkan diriku di sofa.
                “Aku benar-benar tidak pandai menghadapi one night stand” kataku berbisik. “Tapi pria tadi cakep juga, agak bodoh sih. Pria cakep nggak punya otak katanya. Mungkin memang benar.”
                Aku tertawa-tawa mendengar diriku sendiri berbicara. Aku sudah gila. Setelah puas tertawa, aku menghela nafas panjang sambil menghadap ke langit-langit kamarku. Kenapa aku benci berada di rumah dan memaksakan diriku untuk pergi ke klub semalam? Karena aku tahu, ketika aku sendirian di ruangan yang penuh dengan memori dengannya ini, aku akan kesepian dan kembali teringat pada Ia yang meninggalkanku. Dadaku terasa nyeri, ketika lagi-lagi ingatan tentangnya kembali menyusupi pikiran.
                Aku menggulingkan badan dalam posisi menyamping untuk menenangkan pikiranku sejenak. Belum sempat menutup mata, alih-alih tenang, mataku menangkap sosoknya di dalam frame foto. Dia yang sedang tersenyum, dia yang tampan, dan dia yang pernah kusayang. Koreksi, masih kusayang. Aku memejamkan mata kencang, mencoba mengalihkan pikiranku darinya. Tapi ingatan tentangnya malah terputar di otak, seperti proyektor tua yang memutar pita hitam berisi kenangan tentang aku dan dia.
                Aku menggelengkan kepalaku seakan itu dapat membantuku melupakannya. Tapi dia masih di sana, tersenyum dengan senyuman khasnya. Menggodaku untuk naik ke atas pangkuannya dan meraih kenikmatan bersamanya lagi seperti selama ini. Air mengalir di mataku. Aku benci merasa seperti ini. Merasa menderita karena ketidakadaan seseorang. Semua baik-baik saja sebelum dia datang di hidupku. Dan aku seharusnya merasa baik-baik saja ketika dia pergi. Nyatanya, aku di sini membayangkan hal intim dengannya, membayangkan senyumannya, membayangkan tatapan matanya. Entah bagaimana aku harus mensyukuri kebodohanku.
                Pulang ke rumah sepertinya sama sekali tidak membantu. Aku mandi kilat, dandan kilat, kemudian masuk ke mobil. Sambil memanaskan mesin mobilku, aku berpikir ke mana lagi aku harus pergi. Setelah berpikir sejenak, aku memutuskan untuk belanja. Menghabiskan uang sampai rekeningku kosong mungkin bisa membuat aku berhenti memikirkan dia dan mulai memikirkan cara mendapatkan uang. Haha, ide bodoh. Ya sudah, begitu saja.
                 Menghabiskan uang entah berapa sepertinya cukup ampuh untuk mengalihkan pikiranku dari kenangan tentang dia. Aku akan mengakhiri acara “Mengosongkan Hati dengan Mengosongkan Bank” yang disponsori oleh kartu debit BCA dan BNI-ku ini dengan duduk unyu di foodcourt sambil makan es krim kesukaanku dan.... foto-foto mungkin? Oh, yes, Im soooo gonna do that!
                Aku menaruh belanjaanku di kursi kemudian menikmati es krim di tanganku. Dengan sendok es krim di mulutku, aku bertopang dagu dan mengamati pengunjung mall yang lalu lalang di hadapanku.  Tiba-tiba seseorang mendatangi mejaku dan berdiri di sampingnya. Aku menengadahkan wajahku dan mendapati wajah yang tadi pagi kunikmati ketika bangun tidur. Pria itu! Sedang apa dia di sini?
                “Hai!” katanya ringan sambil tersenyum.
                “...hai...” jawabku ragu-ragu.
                “Kita ketemu lagi. Mungkin nggak sih ini takdir. Hahaha.” Ucapnya ringan. Eh, buset, sudah main takdir-takdiran aja ini orang, pikirku.
                “Ahahaha...” tawaku garing. Ganteng sih, tapi kok agak cheesy ya hit line-nya.
                By the way, tadi pagi kita belom kenalan. Gue Damas. Lo?”
                “Uh, emang gue belom bilang nama gue semalem?”
                “Well, mabuk lo cukup berat dan gue bakal ngerasa bego kalau nanya nama orang ketika dia hampir gak sadar karena kebanyakan minum.”
                “Ohh...bener juga” aku mengiyakan ucapannya. “It’s Nelly. Boleh panggil itu, atau Nel. Your choice.”
                “Oke, Nel. Jadi, lo sendirian aja nih?
                Aku merengut mendengar pertanyaannya.
                “Yeah. Seinget gue, gue gak sama siapa-siapa ke sini. Dan frankly speaking, lo juga bisa lihat sendiri kan?” aku menjawab pertanyannya dengan sedikit jutek.
                “Iya, iya, I know you’re alone right now. Hahaha, is that a sensitive topic for you? Karena gue cuma lagi nyari topik buat kita obrolin.”
                Well, you don’t need to, karena gue udah mau pulang.”
                Dia mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum.
                “Buru-buru banget. Say, Nel, do you have a boyfriend?” tanyanya frontal.
                What?”
                I said, do you have a boyfriend?”
                Aku bukannya tidak mendengar ucapannya. Aku hanya tidak percaya dia baru saja menanyakannya.
                “Kalau nggak punya kenapa, kalau punya kenapa?”
                “Kalau nggak punya, well I want to hit on you. Gue mau deket sama lo buat jadi pacar lo. Tapi kalau punya, yah terpaksa gue rebut lo dari dia.” Jawabnya. Ia tersenyum penuh percaya diri.
                Apa yang harus aku lakukan? Kenapa aku harus one night stand dengan makhluk seperti ini? Kenapa juga aku harus meladeni pembicaraannya dari tadi? Aku harus jawab apa???? God, help me.


                <<Bersambung>>

6 komentar:

  1. Balasan
    1. ahahahaha XD

      kan bank umum di Indonesia, gpp lah yaaa disebutin.. hahaa..

      Hapus
  2. Ganti aja pemeran perempuannya jadi NUR biar singkron sama judulnya :v

    BalasHapus
  3. baca judulnya, kayak baca nusantaranger dipadukan dengan avatar aang. haha. keren kak. aku masih mencari-cari Kinaryosih

    BalasHapus
    Balasan
    1. AHAHAHHAA... ||\(._. )

      Maaf ya Kinar proyek besar. Jadi belum bisa dikerjain sekarang kayaknya. Cabal nyaah~~

      Bagus ya ini?

      Hapus

Hai semua, Ajeng, Ningrum dan Kila menanti komentar kamu. Komentar yang baik ya!