NINGRUM
Di sore itu, seperti sore-sore yang biasanya, aku
menghabiskan waktuku di sekitar Raka.
“Raka
mau kopi?” tanyaku, berusaha terdengar wajar.
“Emm,....gulanya dikit aja.” Jawabnya tanpa memandang ke
arahku.
“Silakan....” Aku menyodorkan kopi yang sudah kubuat
padanya. Berharap dapat melihat senyumannya.
“Makasih...” Sekali lagi ucapnya, tanpa memandang padaku.
Pikirannya begitu terperangkap pada koran yang sedari tadi berada dalam
genggamananya. Bukannya aku mau komplain sih. Ini memang masa istirahat yang jarang
dia dapatkan. Aku saja yang berharap sendiri. Setelah membuang harapanku
bersama dengan sehela nafas, aku berjalan ke belakang sandaran sofanya.
“Raka, aku pijetin ya?”
“Hm,....”
Tidak membiarkan kekecewaan menelan hatiku, aku bergerak
cepat mengulurkan tanganku menyentuh bahunya perlahan. Meremas seluruh
kelelahan yang ada di pundaknya.
“Ning,.....” ucapnya akhirnya, setelah 10 menit lebih aku
berdiam diri, memilih untuk memijat pundaknya ketimbang merajuk.
“Apa, Ka?” jawabku pelan.
“Si Asih bilang iya.....” suara Raka bergetar. Aku tak
yakin aku mengerti arah pembicaraan ini. Tapi aku menelan keraguanku dan
memberanikan diri bertanya.
“Iya? Iya untuk apa, Ka?”
“Iya, dia meng-iya-kan, jadi pacarku Ning. Kamu percaya ndak? Si Asih lho ini.”
“Oh ya? Kok dia mau ya sama kamu?” ucapku, berusaha
terdengar sewajar mungkin.
“Wah, kamu nih Ning, jangan salah. Aku lho, gini-gini
tenar. Banyak fans-nya aku ini.”
“Mimpi kamu, Ka...” aku menoyor kepalanya dan meraih tas
kecilku. “Aku pulang dulu yo, udah
mau malam.”
“Hahaha lho kok kamu gak percaya sih Ning. Harusnya kamu
bangga temenmu ini banyak yang suka.” Candanya dengan senyum tersungging di
bibir. “Hati-hati Ning!”
“Yo." ucapku pelan. Kemudian menongolkan kepalaku dari balik pintu, "Kamu juga hati-hati
Ka, jangan terbang ketinggian. Ntar jatuh sakit.” kataku cepat kemudian
menghilang di balik pintu.
************************************
Raka,... apakah kamu serius dengan Asih? Aku mendengar
hatiku menggemakan pertanyaan itu. Ahh, aku menghela nafas. Betapa
hatiku gemar membuatku gundah. Dengan cubitan kecil aku mencoba menyadarkan
diriku untuk tidak terlalu memikirkannya. Itu masih belum menjadi urusanku.
Dan, cubitan itu berhasil. Setidaknya aku merasakan sakit. Itu lebih baik
daripada tidak dapat merasakan apa-apa akibat memikirkan dia.
Aku sudah pernah berjanji pada mama, sejauh apapun aku
menyukai seorang laki-laki, aku tidak akan membiarkan diriku kehilangan akal.
Baiklah. Mungkin ini saatnya mencoba resep kue baru untuk dibawa ke rumah Raka
lain kali. Semoga kali ini dia mau jadi kelinci percobaan dengan sukarela.
<< bersambung >>
Akhirnya bisa ninggalin jejak kakci. Hahah. Keren nih, btw ini lanjutannya ajeng kan kakci?
BalasHapusIni ceritanya Ningrum, KaWind..beda sama Ajeng... Fufufu.. tapi mereka semua satu universe. :3
Hapus